Sukses Olah Limbah Jadi Mebel yang bernilai Jutaan

Sukses Olah Limbah Jadi Mebel yang bernilai Jutaan

Sukses Olah Limbah Jadi Mebel yang bernilai Jutaan -  Pohon Kayu Jati bukan sekedar digunakan batangnya, sisi bonggolnya juga dapat dibuat jadi furnitur serta barang yang lain seperti meja, kursi serta vas bunga. Beberapa perajin tinggal mengukir kulit bonggol tanpa ada merubah memiliki bentuk.

Tidak sama dengan furnitur dari batang pohon jati yang memerlukan banyak sentuhan, furnitur serta aksesories dari bonggol jati mempunyai bentuk alami. Bonggol kaju jati tidak memerlukan rancangan spesial saat bakal dibuat jadi product spesifik. “Alam telah membentuknya jadi bulat dengan adanya banyak lengkungan, ” tutur Suyatmin, perajin kayu bonggol di Blora, Jawa Tengah.

Yang memiliki Usaha Jati Barokah ini umumnya memakai bonggol-bonggol jati untuk dibikin meja, kursi dan bangku teras. Hasil karya Suyatmin sekarang ini di jual di pasar lokal serta luar negeri.

Spesial untuk pasar lokal, ia kirim produknya ke Bali, Yogyakarta, Malang, Surabaya, Jakarta, Sumatra serta Kalimantan. Adapun untuk pasar ekspor, ia kirimnya ke Eropa serta Timur Tengah.

Suyatmin yang menekuni usaha furnitur mulai sejak th. 1996 ini bercerita, satu hari, ia lihat banyak warga di seputar Blora yang memakai bonggol jati untuk kayu bakar. Inspirasi memakai jadi barang lain juga nampak dipikirannya. Waktu itu, “Yang terpikir yaitu bikin meja serta kursi, ” tutur pria berumur 35 th. itu.

Ia juga lalu memboyong bongkahan bonggol jati ke tempat tinggalnya untuk dipahat sesuai sama angannya. Tidak perlu banyak sentuhan, bonggol itu jadi meja. Lalu, ia juga memeliturnya sampai mengkilat serta halus. Nyatanya, akhirnya sangatlah artistik.

Menurut dia, pembuatan satu set mebel mengonsumsi saat sampai sebulan, bahkan juga dapat lebih bila pesanan mebel nyatanya rumit. Dengan ukuran serta susunan bonggol yang tidak sama, Suyatmin mesti memutar otak supaya dapat bikin mebel pesanan sesuai sama keinginan customer.

Ia mengakui mujur lantaran tinggal di Blora yang disebut satu diantara daerah penghasil kayu jati, hingga ia tidak kesusahan memperoleh pasokan bahan baku. Ia tinggal memadupadankan bonggol-bonggol supaya sesuai sama pesanan pelanggan.

Hasil karya Suyatmin di jual dengan harga beragam. Untuk mebel yang terbagi dalam satu meja, satu sofa besar serta dua sofa kecil, harga nya Rp 1 juta sampai Rp 5 juta. Sedang suvenir di jual mulai Rp 20. 000 sampai Rp 2. 000. 000. Saban bln., Suyatmin dapat menghimpun omzet Rp 70 juta.

Trend furnitur serta suvenir memiliki bahan bonggol jati ini masih tetap cukup menjanjikan. Ini tampak dari keinginan furnitur memiliki bahan bonggol kayu jati yang selalu jadi tambah. “Sejak pertengahan 1990-an sampai saat ini keinginan tumbuh, ” katanya.

Pesanan yang semakin besar bikin ia mesti mengambil tenaga dari luar keluarganya. Tidak sama waktu memulai usaha, ia cuma dibantu oleh sanak keluarganya. Sekarang ini, Suyatmin mempekerjakan 32 pekerja penambahan. Mereka terdiri jadi tenaga ukir, finishing, atau penghalusan, plitur, serta pengemasan.

Achmad Zainudin juga menggantungkan hidupnya dengan bikin furnitur dari bonggol jati. Perajin asal Jepara, Jawa Tengah ini memperoleh pasokan bahan baku dari Cepu, Bojonegoro, serta Purwodadi.

Oleh Zainudin, bonggol-bonggol ini di buat jadi meja, kursi, dan suvenir. Dibantu 25 pekerja, ainudin bisa membuahkan 10 meja dalam satu minggu. Meja memiliki bahan bonggol kayu jati itu dia jual Rp 3 juta sampai Rp 6 juta. Dalam satu bulan, ia dapat memperoleh omzet sampai Rp 59 juta. Customer paling besar meja bonggol kayu jati datang dari luar negeri seperti Taiwan, Cina serta Jepang.

Apabila Suyatmin serta Zainudin konsentrasi ke usaha furnitur, Sriyanto lain lagi. Perajin di Bojonegoro, Jawa Timur ini menghasilkan aksesories berbentuk vas bunga serta tempat buah dari bonggol kayu jati yang sudah dipotong. Pria berumur 42 th. ini memakai bonggol jati lantaran mempunyai susunan kayu lebih kuat daripada batangnya.

Mengawali usaha mulai sejak 1995 dengan membangun UD Kharisma, pria asli Solo ini belajar bikin furnitur serta aksesories dari anak buahnya. Ia beroleh pasokan bonggol kayu jati dari rimba di Bojonegoro serta Cepu. Ada dua sumber untuk memperoleh pasokan limbah pohon jati ini. Pertama, dari petugas Perhutani melalui mantri rimba. Ke-2, dari petani rimba. “Saya umumnya beli dari petani lantaran harga nya lebih murah, ” kata Sriyanto.

Harga jual dari petani Rp 500. 000 hingga Rp 700. 000 per bonggol, bergantung umur pohon. Makin tua umur pohon, makin mahal harga nya. Ia malas beli dari Perhutani lantaran mesti mengantongi izin.

Dari petani, Sriyanto dapat juga pelajari seluk-beluk mencari bonggol kayu jati berkwalitas bagus. Bonggol yang kukuh yaitu bonggol berumur tua, kian lebih 40 th..

Umumnya, bonggol-bonggol tua berdiameter 1, 5 sampai 2 mtr.. “Tapi ini telah tidak sering lantaran keinginan bonggol tinggi, ” tutur Sriyanto. Alhasil, Sriyanto juga mencari bonggol berumur muda yang berdiameter cuma 30 cm hingga 35 cm.

Bonggol-bonggol itu lalu dipotong sesuai sama pesanan. Apabila telah dipotong, kayu bonggol dibawa ke UD Kharisma untuk digambari bentuk. Apabila bentuk telah jadi, bonggol lalu digosok dengan memakai gerinda supaya potongan bentuk lebih rapi. Sriyanto juga menggunakan gergaji kecil untuk membuat pojok.

Waktu vas atau tempat buah jadi lalu diplitur serta digosok hingga halus lalu dipakaikan melamin. Tempat buah dari bonggol kayu jati buatan Sriyanto umumnya berhiaskan ranting-ranting pohon jati. Ada bentuk yang terus menjaga bentuk bonggol. Ada juga bentuk telur, kreasi Sriyanto.

Dia jual satu tempat buah Rp 80. 000. “Sebulan saya dapat jual 150 tempat buah, ” tuturnya. Adapun harga vas bunga Rp 80. 000 hingga Rp 100. 000 per unit. Sriyanto pasarkan kerajinan karyanya itu ke Jepara, Jakarta, Jogjakarta, serta Malaysia.

Semoga tulisan di atas dapat memberikan inspirasi kita seluruhnya.


share this article to: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg
Posted by Mark Rodriguezt, Published at 10:37 PM and have 0 comments

No comments:

Post a Comment